Jumat, 11 Desember 2009

KAYA SEKALIGUS DERMAWAN

Kaya Sekaligus Dermawan Adalah Abdurrahman bin Auf yang dikabarkan oleh Rasul sebagai salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin ahli sorga. Ia telah banyak menjadi jalan kebaikan dengan hartanya yang berkah itu. Kala datang berhijrah ke Madinah, ia tidak membawa harta sedikit pun. Namun semangat mandiri dan berusahanya sangatlah besar. Pemberian harta, bahkan tawaran istri dari saudara seiman pun ia tolak dengan halus. Ia memilih mendoakannya dan lebih suka menikmati jerih payahnya sendiri.
“Semoga keluarga dan hartamu diberkahi Allah. Tunjukkan saja aku pasar terdekat.” Katanya.
Keyakinannya demikian mantab. Dan sejak itulah ia mulai melangkah berdagang. Usahanya yang ditekuni itu pun kian berkembang. Apa yang disentuhnya seolah mudah menjadi uang. Bahkan kemudian kehadirannya di Madinah telah menjadi pilar kekuatan ekonomi ummat. Perdagangan yang semula banyak dikuasai oleh orang- orang Yahudi dengan pola ribawi. Kini kekuatan itu diiambil alih oleh Abdurrahman bin Auf dengan pola Islami.
Tiap hari rumahnya tak pernah sepi pengunjung. Sebagian orang datang ke pondoknya untuk bersilaturrahim mengambil sedekah. Sebagian lainnya berkunjung untuk berhutang, dan sebagian berikutnya untuk membayar hutang.
Berapa banyak kekayaan yang dimiliki? Anda bisa memperkirakan dari sedekah yang ia lakukan. Misalnya suatu saat Abdurrahman bin Auf memborong tanah seharga 50.000 dinar (lebih kurang Rp. 17 milyar). Kapling- kapling tanah subur itu lalu dibagikan pada kaum dhuafa dari kalangan Bani Zahra serta fakir miskin lainnya. Ketika Nabi hendak memberangkatkan ekspedisi dakwah dan jihad, ia pun tak pernah ketinggalan memberikan dukungan penuh. Ia menyumbangkan 500 ekor kuda terbaik. Pada ekspedisi lain ia menyerahkan 150 kuda pilihan.
Harta tak mengakibatkannya lupa diri, tetapi membuatnya lebih waspada untuk terus berupaya meraih ridha Ilahi. Suatu kali ia pulang dari ekspedisi niaga dengan 700 kendaraan yang sarat dengan muatan. Kafilahnya ini beriringan hingga memenuhi kota Madinah. Di tengah hiruk pikuk itu, ia diingatkan dengan nasehat Rasulullah. Adalah Aisyah yang diteruskan secara berantai oleh beberapa orang sampai kemudian ke telinga Abdurrahman bin Auf.
“Wahai Ibnu Auf! Anda termasuk golongan orang kaya…. Dan anda akan masuk surga secara perlahan lahan…! Pinjamkanlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda..!” Demikian nasehat Rasulullah itu.
Semenjak ia mendengar nasehat Rasulullah ini ia menyediakan bagi Allah pinjaman yang baik. Ia tidak ingin hartanya menjadi beban yang menghambat langkahnya masuk sorga. Ia tidak ingin memasukinya dengan merangkak. Tetapi ia bertekad masuk dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para sahabat Nabi. Maka melalui amal kebaikan dari hartanya ini Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda.
Dan sebelum tali temali perniagaannya dilepaskannya, ditujukannya langkah- langkahnya ke rumah Aisyah. Lalu Abdurrahman berkata kepadanya: “Anda telah mengingatkanku suatu hadist yang tak pernah kulupakannya..” Kemudian ulasnya lagi: “Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, ku persembahkan di jalan Allah…!”
Apakah harta yang dibagikan itu habis? Tidak, malah semakin berkembang. Dan terbukti dalam hidupnya telah demikian banyak kebaikan ia lakukan dengan harta yang ia miliki itu. Bahkan ketika wafat Abdurrahman masih mewasiatkan 50.000 dinar untuk diberikan pada veteran Badar. Masing- masing pahlawan mendapat 400 dinar, sekitar (Rp. 170 juta). Bahkan Utsman bin Affan, turut meneria jatah wasiat sahabatnya itu. Ia yang biasanya pantang menerima pemberian itu bersedia mengambil pensiun dari Abdurrahman.
“Sungguh harta Abdurrahman halal dan suci. Makan dari hartanya akan menyehatkan dan mendatangkan berkah.” Kata Utsman.
Hati Yang Ridha
Kegiatan perniagaan, tidaklah selalu menjadi penghambat dalam memperdalam ilmu. Abu Hanifah adalah salah satu contohnya. Tidak hanya dalam hukum Islam, beliau juga mahir dan handal dalam perdagangan di kota Kufah saat itu. Sehingga selain sebagai ulama besar dalam Fiqh, juga dikenal sebagai saudagar tekstil kaya yang dermawan. Misalnya, sebagai penghargaan kepada guru yang mengajar anak beliau hingga hapal Al Fatihah, Abu Hanifah memberi hadiah 1000 dirham (setara sekitar 3000gr perak). Jumlah yang sebesar itu pula pernah beliau berikan kepada seorang fakir miskin. Perniagaan yang sering dipahami kebanyakan orang penuh tipu daya. Di tangannya, perniagaan malah bisa menjadi suatu ‘seni’ yang menyentuh hati.
Karena suatu keperluan, ia meninggalkan tokonya dan berpesan pada pegawainya agar menjual dengan harga yang telah ditetapkannya.
Sekembalinya ke toko, Abu Hanifah mendapat laporan dari pegawainya.
“Tuan, barang dagangan kita laku keras. Bahkan yang seharga lima dinar bisa saya jual sepuluh dinar.” Katanya dengan semangat.
Bagaimana reaksi Abu Hanifah?
“Kenapa kau jual dengan harga segitu? Bukankah harga masing- masing telah ku beritahukan kepadamu?”
Di luar dugaan pegawainya. Berita yang semula disangkanya akan menggembirakan tuannya itu malah membuat beliau tidak berkenan.
“Carilah pembeli tadi sampai ketemu!”
Pegawai ini pun segera menyusulnya. Setelah ketemu ia mengajaknya menemui Abu Hanifah.
“Maaf, pegawai saya salah memberi harga. Kain yang tuan beli sebenarnya seharga lima dinar. Bukan sepuluh dinar.” Abu Hanifah menjelaskan.
“Oh, Tidak apa- apa. Kebetulan saya mencari barang ini kemana- mana, tetapi baru di sini menemukannya. Saya ridha dengan harga segitu.”
Bagaimana respon Abu Hanifah?
“Ya.., tuan ridha. Tetapi saya belum ridha…” kata Abu Hanifah.
Pada umumnya orang tentu akan senang jika telah mendapat keuntungan besar. Tetapi Abu Hanifah tidak. Kehati- hatiannya demikian menyentuh hati. Cara demikian ini sepintas kurang menguntungkan. Tetapi dalam jangka panjang tentu akan menjadi merek tersendiri. Tentu semua orang senang dengan orang yang jujur bukan? Dengan kejujuran hati ini menjadi lapang dan ridha Allah akan terbentang.
Konsisten
Namanya Assari Assaqti, guru dari Imam Junaid. Selain sebagai ulama tasawuf, dia juga seorang pedagang. Suatu kali ia membeli barang dagangan seharga 60 dinar. Ia akan menjualnya lagi dengan mengambil untung tiga dinar.
Tiba- tiba barang dagangan yang ia miliki menjadi langka. Karena banyak peminatnya, harga pun melonjak menjadi 90 dinar. Seorang datang kepadanya berniat mau membeli barangnya.
“Saya beli barang tuan dengan harga 90 dinar.”
Bagaimana reaksi Assari? Ditawar di atas yang dipatok semula, kebanyakan pedagang tentu akan senang. Karena akan mendapat keuntungan lebih dari yang ditargetkan. Namun ia merespon lain.
“Saya menjualnya 63 dinar.” Kata Assari.
“Tetapi barang itu di pasaran sudah 90 dinar,” kata pembeli ini menjelaskan.
“Ya. Tetapi saya sudah berletetapan hati tidak menjualnya kecuali 63 dinar.”
Keuntungan materi, memang bukan satu satunya motivasi dalam berdagang. Saat bisa meningkatkan motivasi bisnis sebagai taawun, akan tumbuh respon yang berdasar nilai- nilai utama. Bukan semata pertimbangan pribadi. Respon inilah yang menyentuh hati siapa saja. Termasuk akan memberikan kesan indah yang menggores di hati semua pelanggannya. Kalau saja Assari hanya mempertimbangkan keuntungan materi, apa yang dilakukan hanya berjangka pendek. Tidak akan ada biasnya. Tetapi konsistensinya telah menggema dalam sejarah. Bahkan buahnya, harta yang berkah yang insya Allah bisa dipanen di akhirat kelak.
Sederhana
Adalah Kyai Hasani Nawawie. Beliau pengasuh pesantren Sidogiri Pasuruan Jawa Timur. Santrinya mencapai tiga ribuan orang dari seluruh penjuru Indonesia. Mengembangkan pesantren seperti itu tentu dibutuhkan kemandirian.
Dari kekayaan yang dimiliki sebenarnya beliau mampu membeli kendaraan. Namun demikian beliau sengaja tetap zuhud dan bergaya hidup sederhana. Misalnya dalam keseharian beliau biasa ke pasar untuk membeli keperluan keluarganya dengan menumpang becak. Ada kebiasaan unik dari Kyai Hasani. Bila habis menumpang becak, beliau memberi ongkos upah tanpa minta kembalian.
“Uangnya kok besar, lima puluh ribu?” tegur keponakannya.
“Saya kalau disuruh mengemudi becak seperti itu, diberi uang segitu pun tidak mau.”
Beliau menghargai sekaligus merasakan beratnya menjadi pekerja kasar seperti abang becak. Kepada mereka yang tidak beruntung ini, beliau tidak menawar harga semurah- murahnya seperti kebanyakan orang. Tapi memberi apresiasi, sekaligus sebagai kesempatan berbagi dan bersedekah untuk menyenangkan hatinya. Wajar kalau beliau dikenal sangat dekat dengan masyarakat dan menjadi teladan dalam kehidupan.
Ada sebuah ungkapan bijak. Simpanlah harta di dalam peti, jangan masukkan ke dalam hati. Harta yang di simpan di dalam peti, akan mudah didayagunakan sesuai kebutuhan dan keperluan. Meski banyak dan berlimpah ruah, tak sampai mengusik hati. Karena itu bisa digunakan memperbanyak menolong dan melakukan berbagai kebaikan terhadap sesama.
Berbeda halnya kalau sudah dimasukkan ke dalam hati, akan sulit untuk mengeluarkannya di jalan Allah. Orang yang demikian itu bukan tuan dari hartanya, tetapi hamba dari hartanya. Ia justru diperalat oleh harta yang dimilikinya. Harta yang demikian itu bisa menjadi penghalang menuju Allah.
Sesungguhnya orang yang dermawan (suka memberi) itu dekat kepada Allah, dekat pula kepada manusia, dan dekat kepada surga, jauh dari neraka. Sesungguhnya orang yang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia dan jauh dari surga tetapi dekat kepada neraka. (HR. Tirmidzi dan Daruquthni).
Benarlah kata Nabi, semaslahat- maslahat harta adalah yang berada di tangan orang kaya yang dermawan.*

Selengkapnya...

Kamis, 12 November 2009

PERNIK - PERNIK QORBAN

Kesalah kaprahan dalam Qurban
Kurban merupakan kegiatan penyembelihan hewan yang dilakukan pada hari raya haji dan tiga hari kemudian (10-13 Dzulhijah) sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Kurban dimaksudkan untuk menggembirakan kaum fakir miskin—-sebagaimana di hari Idul Fitri mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Sejarah ibadah kurban bisa dilihat pada QS Ash-Shaffaat 102-107 yang mengisahkan Nabi Ibrahim AS.
Kurban hukumnya sunah bagi yang tidak mampu dan wajib bagi yang mampu. Dalam QS Al-Kautsar 1-2 disebutkan bahwa kurban dianggap “sejajar” dengan sholat. Apabila kita sudah diberi nikmat (mampu) kita diperintahkan untuk berkurban. Selain itu, nadzar untuk berkurban juga bisa menjadikan kurban sebagai wajib walaupun sebenarnya belum bisa dikatakan mampu.
Ukuran mampu menurut hadist berarti umat Islam yang cukup baligh dan berakal. Sementara mampu secara materi berarti mempunyai penghasilan melebihi nisab sebesar 93,6 gram emas (kira-kira Rp 20 juta per tahun atau Rp 1,6 juta per bulan).
Sayangnya, dalam perjalanannya kurban mengalami banyak pergeseran yang mungkin sudah tidak sesuai dengan tuntunannya.

Pesta Daging Besar-besaran
Fenomena yang terjadi saat ini, kurban bukan untuk menggembirakan fakir miskin, melainkan menjadi pesta daging besar-besaran. Yang jamak terjadi, daging kurban dibagikan kepada semua warga. Tak jarang seorang warga bisa mendapat jatah dobel. Si bapak sebagai shohibul dapat jatah, anaknya yang menjadi panitia mendapat bagian, istrinya yang membantu memasak juga dapat bagian. Belum lagi rumah mereka yang ada di perbatasan sehingga dapat jatah dari kelurahan A dan kelurahan B.
Padahal, dalam QS Al-Hajj 28 disebutkan dengan sangat jelas, “Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” Kalau seluruh warga adalah fakir miskin, tidak masalah. Namun kalau tidak, tentu ini sudah menyalahi firman.
Dalam suatu hadist, disebutkan bahwa shohibul kurban berhak mendapat 1/3 bagian. Namun, karena kurban adalah soal keikhlasan dan shohibul kurban sehari-harinya (dianggap) sudah terbiasa makan daging, maka alangkah baiknya bila seluruh daging kurban diserahkan saja kepada fakir miskin.

Panitia Mendapat Bagian
Seperti sudah ditulis di atas, QS Al-Hajj 28 menyatakan bahwa orang yang berhak memakan daging kurban hanya fakir miskin dan orang yang berkurban. Panitia tidak mendapat hak atas daging kurban. Bandingkan dengan zakat. Dalam QS At-Taubah 60 disebutkan bahwa pengurus zakat berhak mendapat bagian.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.”
Karenanya, alangkah lebih baik bila panitia, penyembelih, dan pengurus yang terlibat dalam kegiatan tersebut tidak meminta bayaran karena semua merupakan hak fakir miskin. Bagian panitia bisa saja diambilkan dari bagian shohibul, tetapi dengan ijin. Atau, saweran saja di antara para shohibul untuk memberi “uang lelah” kepada panitia.

Kurban Atas Nama
Seringkali kita melihat kurban yang dilakukan dengan mengatasnamakan anak, istri, atau orang tua. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mengatasnamakan kurban untuk anak atau istri—-asalkan mereka mampu.
Lagipula, berkaca pada cerita Nabi Ibrahim, kerjasama antara beliau, istrinya, dan Ismail, menunjukkan bahwa kurban bukan ibadah “sendirian.” Apabila dilakukan dengan ikhlas dan benar, insya Allah semua anggota keluarga juga ikut mendapatkan pahala.
Bagaimana dengan orang tua? Apabila orang tua belum mampu, maka anak harus “memampukan” orang tua, dengan cara memberikan sebesar nisab plus zakat. Kalau orang tua sudah meninggal, maka kurban hanya bisa dilakukan bila orang tua semasa hidupnya memang mampu dan berpesan (wasiat) untuk berkurban.

Kulit Dijual Lagi
Tak jarang panitia menjual kulit hewan kurban untuk kas masjid. Tentu saja hal ini tidak boleh dilakukan, karena hewan kurban adalah hak fakir miskin. Hal yang boleh dilakukan adalah menjual kembali kulit hewan kurban, lalu diserahkan kepada fakir miskin dalam bentuk uang atau dibelikan daging.
Ada juga panitia yang menjual kulit hewan kurban, menyimpan uangnya, lalu dibelikan hewan kurban lagi pada tahun yang akan datang. Hal ini tidak bisa dianggap “sah” karena telah melewati batas waktu yang ditentukan. Analoginya mirip dengan memberikan zakat fitrah sesudah sholat Ied atau menjalankan sholat ashar pada waktu masuk isya’.

Latihan dan Arisan Kurban
Di sekolah-sekolah, para guru dan murid biasanya mengumpulkan iuran (misal Rp 20 ribu per orang) untuk dibelikan kurban. Ada yang kemudian dimasak dan dimakan bersama, namun ada pula yang dibagikan kepada fakir miskin. Alasannya biasanya klasik: agar murid berlatih kurban.
Sebenarnya, ada yang kurang pas disini. Tuntunan kurban sudah jelas, bahwa satu ekor kambing untuk satu orang. Namun, agar daging yang diperoleh bisa lebih banyak, kurban sapi bisa dibagi untuk 7 orang dan unta bisa untuk 10 orang—-bukan iuran Rp 20 ribu lalu sama-sama dibelikan kambing atau sapi.
Ada kalanya di suatu instansi dilakukan kurban dengan cara arisan. Walaupun agak nyeleneh, cara ini boleh saja dilakukan, asalkan para anggota arisan sudah masuk kategori mampu.
Hitungan dan Penerima Kurban
Orang sering mengartikan misalkan seseorang berkurban lima ekor sapi, maka satu ekor dihitung sebagai kurban dan empat sisanya merupakan shodaqoh. Tentu saja hal ini tidak benar, karena dasar hukum kurban adalah keikhlasan—-tidak seperti zakat yang sudah ditentukan besarannya dan bila sisa akan dihitung sebagai shodaqoh.
Selain itu, ada juga sebagian yang menganggap bahwa daging kurban hanya untuk umat Islam. Hal ini jelas salah besar, karena peruntukkan daging kurban adalah untuk fakir miskin—-tanpa membedakan muslim dan non muslim. Menurut saya, justru dengan memberikan daging kurban kepada mereka yang non muslim akan menjadi salah satu selling point (syi’ar) agama.
Shohibul kurban memang berhak menunjuk penerima kurban, namun tentu saja harus memenuhi kriteria miskin dan sengsara.

Saran dan Himbauan
Kurban sejatinya merupakan ujian keikhlasan kita, jadi jangan berusaha untuk “bermain” atau “mengakali” ibadah kurban kalau tidak berani menanggung dosanya. Sebagaimana tertulis dalam QS Al-Anfal 28 dan At-Taghaabun 15, harta hanyalah cobaan buat kita. Ibrahim saja ikhlas diminta anaknya, masa kita hanya diminta sedikit harta saja sudah ribut nggak karuan?
Walaupun daging kurban boleh diambil oleh shohibul kurban sebagian, namun alangkah lebih baik bila diikhlaskan saja seluruhnya untuk fakir miskin. Selain itu, sangat memalukan bila shohibul kurban “nggondeli” untuk mendapatkan bagian daging kurban tertentu—-apalagi bila sampai terjadi saling rebut dan “cakar-cakaran.” Nabi Ibrahim saja mengikhlaskan seluruh bagian tubuh Ismail, masa kita nggak?
Lebih dari itu, kisah nabi Ibrahim sebenarnya juga mengajarkan kita akan keluarga yang sakinah. Ibrahim mendapat ujian dari Allah SWT, namun mau berkomunikasi dan meminta pendapat dengan anak dan istrinya. Di sisi lain, anak dan istrinya menghormati dan mendukung keputusan ayahnya, sehingga terjalin sinergi yang apik dalam keluarga tersebut.
Model keluarga Ibrahim inilah yang seharusnya kita contoh. Keikhlasan menjadi laying foundation dalam kehidupan berkeluarga. Anak menghormati orang tua, sementara orang tua juga menghormati anaknya. Orang tua mendidik anak dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang, sementara anak mendengarkan dan mematuhi nasehat orang tua di jalan Allah SWT.

Selengkapnya...

Selasa, 19 Mei 2009

SYARIAT KHITAN

Siapa Takut ? Khitan !

APAKAH KHITAN ITU ?
Sunat atau khitan atau sirkumsisi (Inggris : circumcision) adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup / kulit kulup yang terletak pada glands penis depan Frenulum dari penis dapat juga dipotong secara bersamaan dalam prosedur yang dinamakan frenektomi. Kata sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum (berarti "memutar") dan caedere (berarti "memotong").
Khitan dilakukan orang karena alasan agama atau medis misalnya, karena kasus yang biasa disebut dengan fimosis, yaitu keadaan di mana kulit pada kepala penis atau kulup mempunyai lubang terlalu sempit sehingga kulit kulup tidak dapat tertarik kebelakang atau membuka.

Tujuan utama khitan adalah membersihkan diri dari berbagai kotoran serta penyebab penyakit yang mungkin melekat pada ujung penis atau zakar yang masih ada kulupnya. Ketika bersunat, kulup yang menutupi jalan ke luar urin dibuang, sehingga kemungkinan kotoran untuk menempel atau berkumpul di ujung penis jadi lebih kecil. Ini karena penis lebih mudah dibersihkan.

Khitan dapat menghindari timbulnya berbagai penyakit. Terbukti pula, penis laki-laki yang dikhitan lebih higienis. Jadi, di masa tuanya kelak, ia jadi lebih mudah merawatnya, selain jadi lebih sensitif, tidak mudah lecet dan terkena iritasi, berkhitan juga punya pengaruh terhadap kehidupan seksual laki-laki. Praktek khitan telah dikenal sejak Mesir Kuno. Hal itu dibuktikan pada mummi perempuan yang hidup pada abad ke-16 Sebelum Masehi (SM), gambar-gambar di gua yang berasal dari Zaman Batu dan makam Mesir purba.jauh sebelum Islam datang. Alasan tindakan ini masih belum jelas pada masa itu tetapi teori-teori memperkirakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari ritual pengorbanan atau persembahan, tanda penyerahan pada Yang Maha Kuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda kekalahan atau perbudakan, atau upaya untuk mengubah estetika atau seksualitas. Sunat pada laki-laki diwajibkan pada agama Islam dan Yahudi. Praktik ini juga terdapat di kalangan mayoritas penduduk Korea Selatan, Amerika, dan Filipina

SYARI’AT KHITAN
Salah satu hadist Rasulullah SAW dari HR Bukhari menyebutkan,
"Nabi Ibrahim AS, kekasih Tuhan yang Maha Pengasih melakukan syariat khitan, setelah umurnya melewati 80 (delapan puluh) tahun dan ia melakukan khitan tersebut dengan alat yang namanya (semacam kapak)," ujarnya.

Dijelaskan, kewajiban khitan itu pertama kali disyariatkan khitan adalah kepada Nabi Ibrahim AS, kemudian diadopsi Nabi Muhammad SAW dan selanjutnya dijalankan seluruh umatnya di muka dunia. Pengadopsian seperti itu dalam hukum Islam adalah sah berdasarkan kaedah yang menyatakan bahwa "Syariat Allah untuk kaum sebelum kita adalah syariat kita juga"

Sabda Rasulullah SAW yang menguatkan tentang khitan laki-laki, disebutkan,
"Ada lima macam kategori fitrah, yaitu khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, menggunting kuku dan mencabut bulu ketiak."
Ahli Fiqh kontemporer Wahbah az-Zuhaily, dari Syiria dalam karyanya al-Fiqh al Islami wa Adillatuh (1989, Juz III: 642) menyatakan, bahwa: "Khitan bagi laki-laki mengikuti mazhad Hanafi dan Maliki adalah sunnah muakkadah (sunnat yang hampir mendekati wajib), dan khitan bagi perempuan adalah suatu kemuliaan yang jika dilaksanakan dianjurkan tidak berlebihan, agar ia tetap mudah merasakan kenikmatan jima'. Menurut imam Syafii, khitan adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan. Sedangkan imam Adhmad berkata, bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan suatu kemuliaan bagi perempuan yang biasanya dilakukan di daerah-daerah yang bersuhu panas".

KAPAN DI KHITAN ?
Tidak ada ketentuan kapan usia yang paling baik seseorang menjalankan sirkumsisi baik secara agama maupun secara medis. Tapi, biasanya sunat ini dilakukan pada saat anak sebelum atau menjelang akil balik atau puber. Akan tetapi tren yang saat ini banyak dianut secara internasional khitanan dilakukan sedini mungkin mengingat secara medis semakin kecil usia anak yang dikhitan, penyembuhannya akan semakin mudah/cepat..
Sunat pada bayi telah didiskusikan pada beberapa dekade terakhir. American Medical Association menyatakan bahwa perhimpunan kesehatan di Amerika Serikat, Australia dan Kanada tidak merekomendasikan sunat rutin non-therapeutic (bukan alasan agama, tidak ritual, dan tidak deperlukan secara medis) pada bayi laki-laki.

Menurut literatur AMA tahun 1999, orangtua di AS memilih untuk melakukan sunat pada anaknya terutama disebabkan alasan sosial atau budaya dibandingkan karena alasan kesehatan. Akan tetapi, survey tahun 2001 menunjukkan bahwa 23,5% orang tua melakukannya dengan alasan "kesehatan" Para pendukung integritas genital mengecam semua tindakan sunat pada bayi karena menurut mereka itu adalah bentuk mutilasi genital pria yang dapat disamakan dengan sunat pada wanita yang dilarang di AS. Beberapa ahli berargumen bahwa sunat bermanfaat bagi kesehatan

TA’JUB KHITAN
Beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan khitan, diantaranya:
Kanker Kulit Penis
Sunat diperlukan untuk mengobati pendarahan kronis pada penis, dan kanker penis. Menurut statistik didapatkan bahwa karsinoma penis lebih banyak didapatkan pada penduduk yang tidak dikhitan dibandingkan dengan mereka yang dikhitan. Masih ada pertentangan akan manfaat khitan terdapat pencegahan kanker ganas tetapi pada penelitian didapatkan bahwa khitan dapat mencegah terjadinya akumulasi smegma yang mempunyai hubungan dengan terjadinya kanker ganas penis. Jenis kanker ganas terbanyak adalah Squamous cell carcinomal.

Phimosis
Beberapa dokter menyarankan sunat untuk mengobati fimosis, sedangkan lainnya menyarankan metode pengobatan efektif lainnya untuk kondisi ini.
Phimosis ialah kelainan bawaan dimana preputium tidak dapat ditarik ke proximal melewati glend penis. Kondisi ini dapat mengakibatkan peradangan dan fibrosis yang berulang dapat mengakibatkan lubang preputium yang makin menyempit sehingga dapat menyebabkan obstruksi air seni.
Statistik menunjukkan bahwa satu diantara 20 anak menderita fimosis yang artinya kemungkinan terjadinya komplikasi berupa infeksi maupun gangguan lain akan cukup besar. Tidak ada pengaruhnya antara usia dilakukan sirkumsisi dengan pertumbuhan badan maupun pertumbuhan penis.

Paraphimosis
Paraphimosis ialah keadaan dimana preputium yang dapat ditarik ke proximal melewati gland penis dengan sedikit tekanan tetapi sulit untuk dikembalikan ke depan seperti semula. Keadaan ini sering kali memerlukan bantuan tenaga medis untuk mengembalikan kulit preputium ke posisi semula.

Infeksi Jamur
Hal ini terkait dengan sisa kotoran yang menempel pada bagian dalam dari preputium secara tidak langsung berakibat pada terjadinya infeksi salah satunya jamur.

No HIV ?
Bagaimana khitan memberi efek perlindungan terhadap infeksi HIV adalah karena keratinisasi kelenjar yang tak tertutup oleh kulit di ujung penis, cepatnya penis mengering setelah kontak seksual, mempersingkat harapan hidup HIV di penis setelah kontak seksual dengan pasangan dengan HIV-positif


Selengkapnya...

Rabu, 15 April 2009

ZAKAT PROFESI

Zakat dalam Islam sama nilainya dengan rukun Islam yang lain, seperti syahadat, shalat, puasa di bulan Ramadhan dan Haji. Mengingkari zakat sama halnya dengan mengingkari shalat dan yang lainnya. Dalam al quran kata zakat disebut 27 kali beriringan dengan kata shalat. Zakat diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan.

Potensi Dana zakat


Pada masa dulu zakat yang dikumpulkan di Baitulmaal (Lembaga Amil Zakat pada saat itu) sangat berpotensi untuk mengentaskan kemiskinan, pada masa Umar bin Khattab, Muaz bin Jabal yang menjabat sebagai Gubernur di Yaman, ditunjuk untuk menjadi Ketua Amil Zakat disana.
Pada tahun pertama Muaz bin Jabal mengembalikan 1/3 dari surplus dana zakat ke pemerintahan pusat, lalu dikembalikan ke Yaman oleh beliau. Pada tahun ke 2, Muaz mengembalikan ½ dari surplus dana zakat yang terkumpul di baitulmaal.
Dan pada tahun ketiga semua dana zakat dikembalikan ke pemerintahan pusat, karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima dana zakat dan merasa sebagai mustahik, akhirnya dana tersebut dialihkan pemanfaatannya ke daerah lain yang masih minim.
Hal tersebut terjadi juga pada masa Umar bin Abdul Aziz, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ubaid, bahwa Gubernur Baghdad Yazid bin Abdurrahman mengirim surat kepada Amirul Mukminin tentang melimpahnya dana zakat di baitulmaal karena sudah tidak ada lagi yang mau menerima zakat, lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberikan upah kepada mereka yang biasa menerima upah, dijawab oleh Yazid "kami sudah memberikannya tetapi dana zakat begitu banyak di baitulmaal.
Lalu Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan untuk memberikan dana zakat tersebut kepada mereka yang berhutang dan tidak boros, Yazid berkata, "kami sudah bayarkan hutang-hutang mereka, tetapi dana zakat begitu banyak di baitulmaal", kemudian Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar ia mencari orang lajang yang ingin menikah agar dinikahkan dan dibayarkan maharnya, dijawab lagi "kami sudah nikahkan mereka dan bayarkan maharnya tetapi dana zakat begitu banyak di baitulmaal".
Akhirnya Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar Yazid bin Abdurrahman mencari seorang yang mempunyai usaha dan kekurangan modal, lalu memberikan mereka modal tambahan tanpa harus mengembalikannya.
Landasan Syar'i
Al Qur'an
"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS. Azzariyaat (51) : 19)
"…Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya …" (QS. Al Hadiid (57): 7)
"Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …" (QS. Al Baqarah (2): 267)
Al-Hadits
"Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan menguji mereka dengan kekeringan dan kelaparan." (H.R. Thabrani)
"Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu." (HR. Al Bazar dan Baehaqi).
Ijma'
Kesepakatan ulama baik salaf maupun khalaf bahwa zakat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam dan haram mengingkarinya.
Ancaman Bagi orang yang tidak berzakat
Firman Allah swt. : "… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah swt. maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari itu dipanaskan emas dan perak tersebut di neraka jahanam, lalu disetrika dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka :"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) harta yang kamu simpan." (QS. At Taubah (9) : 34-35).
Zakat Profesi/Penghasilan
Diantara jenis zakat, ada yang disebut dengan zakat profesi. Zakat Profesi (Penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, baik dokter, aristek, notaris, ulama/da'i, karyawan guru dan lain-lain.
Pada masa Rasulullah zakat profesi /penghasilan ini memang belum ada karena pada saat itu orang mencari penghasilan dengan pertanian, peternakan dan perniagaan. Namun pada saat ini orang mempunyai penghasilan bukan dari yang tiga hal saja, tetapi dapat juga dari profesinya.
Dengan kata lain, kini telah muncul berbagai jenis usaha manusia yang menghasilkan pemasukan, baik usahanya secara langsung tanpa keterikatan dengan orang/pihak lain seperti para dokter, konsultan, seniman, dan lain-lain, atau dengan keterikatan, baik dengan pemerintah atau swasta, seperti gaji, upah dan honorarium.
Landasan Syar'i Zakat Profesi
Al-Quran
"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS. Azzariyaat (51): 19)
"…Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya …" (QS. Al Hadid (57): 7)
"Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …" (QS. Al Baqarah (2): 267)
Ayat diatas menunjukan lafadz atau kata yang masih umum ; dari hasil usaha apa saja, "…infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …" dan dalam ilmu fiqh terdapat kaidah "Al "ibrotu bi Umumi lafdzi laa bi khususi sabab", "bahwa ibroh (pengambilan makna) itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan sebab."
Dan tidak ada satupun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna keumuman hasil usaha tadi, oleh sebab itu profesi atau penghasilan termasuk dalam kategori ayat diatas.
Al Hadits
Sabda Rasulullah saw. :"Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan mengujui mereka dengan kekeringan dan kelaparan. (HR. Thabrani)
Pendapat Sahabat dan Tabi'in tentang harta penghasilan
Para ulama salaf memberikan istilah bagi harta pendapatan rutin /gaji seseorang dengan nama "A'thoyat", sedangkan untuk profesi adalah "Al Maal Mustafad", sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, diantaranya Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah dan Umar bin Abdul Aziz.
Abu 'Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan "Ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya." Abu Ubaid juga meriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz memberi upah kepada pekerjanya dan mengambil zakatnya, …" (DR. Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, 470-472)
Pendapat ulama
1. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat.
2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern , seperti Muh Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf dll mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut
harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nishabnya maka wajib
mengeluarkan zakat.
3. Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi dll tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian.
Dalil Logika
Seorang petani yang mempunyai penghasilan dari hasil panennya, harus mengeluarkan zakat 5% atau 10% dari yang dia hasilkan setelah bersusah payah menanam dan memelihara sawahnya selama (minimal) 3 bulan lamanya.
Jika dibandingkan dengan profesi seorang dokter atau yang lainnya, maka lebih besar hasil seorang yang berprofesi dibandingkan seorang petani, alangkah tidak adilnya Islam jika tidak mewajibkan zakat kepada mereka yang berprofesi.
Nishob zakat Profesi/Penghasilan
Pendapat pertama.
Para Ulama umumnya mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat tanaman, termasuk ketika mengqiyaskan nishob. Maka nishob zakat profesi sesuai dengan zakat tanaman,yaitu setiap menerima panen atau penghasilan dan besarnya adalah 5 wasaq atau setara dengan 652,8 kg gabah.
“ Dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya ( dengan dikeluarkan zakatnya )…. “ ( QS Al An’am : 141 )
Rosululloh SAW bersabda :
“ Tidak ada zakat pada hasiltanaman yang kurang dari lima wasaq” ( HR Ahmad dan Al Baihaqi dengan sanad jayyid )
“ Dan tidak zakat kurma yang kurang darilima wasaq “ ( HR Muslim)
1 wasaq = 60 sho’, 1 sho’=2,176 kg,maka 5 wasaq = 5 x 60 x 2, 176 = 652,8 kg gabah. Jika dijadikan beras sekitar 520 kg. Maka nishob zakat profesi seharga dengan 520 kg beras, yaitu : sekitar Rp 1.300.000,00
Dengan demikian nishab zakat profesi adalah 520 kg beras dan kadarnya 5 % dan dikeluarkan setiap menerima. Nishob ini adalah jumlah pemasukan dalam satu tahun,artinya bila penghasilan seseorang dikumpulkan dalam satu tahun bersih setelah dipotong dengan kebutuhan pokok danjumlahnya mencapai Rp 1.300.000,00, maka dia wajib mengeluarkan zakat profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama.
Atau
Penghasilannya dihitung secara kotor tanpa dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Jumlahnya dalam satu tahun mencapai Rp 1.300.000, maka wajib mengeluarkan zakat

Pendapat kedua
Menganalogikan secara mutlak dengan zakat perdagangan atau emas. Nishabnya 85 gram emas, dan kadanya 2,5% dan dikeluarkankan setiap menerima, kemudian penghitungannya diakumulasikan atau dibayar di akhir tahun.
o kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 %. Hal tersebut berdasarkan qiyas atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni :
o Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian).
o Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang. Oleh sebab itu bentuk harta ini dapat diqiyaskan dalam zakat harta (simpanan/kekayaan) berdasarkan harta zakat yang harus dibayarkan (2,5 %).
Pendapat ketiga inilah yang diambil sebagai pegangan perhitungan. Ini berdasarkan pertimbangan maslahah bagi muzaki dan mustahik. Mashlahah bagi muzaki adalah apabila dianalogikan dengan pertanian, baik nishab dan kadarnya.
Namun, hal ini akan memberatkan muzaki karena tarifnya adalah 5 %. Sementara itu, jika dianalogikan dengan emas, hal ini akan memberatkan mustahik karena tingginya nishab akan semakin mengurangi jumlah orang yang sampai nishab. Oleh sebab itu, pendapat ketiga adalah pendapat pertengahan yang memperhatikan mashlahah kedua belah pihak (muzaki dan mustahik).
Adapun pola penghitungannya bisa dihitung setiap bulan dari penghasilan kotor menurut pendapat yang paling kuat, diantaranya adalah pendapat DR. Yusuf Qardhawi, Ghazali dan lain-lain.
Wallahu a'lam.
Dirangkum dari:
1. Nishob Zakat Profesi, era muslim
2. pkpu online
3. [Ar-Royyan-2689] ZAKAT PROFESI dalam Tinjauan Syar'i
Abu Aufa Homepage CATATAN ATAS ZAKAT PROFESI

/span>

Selengkapnya...