Rabu, 15 April 2009

ZAKAT PROFESI

Zakat dalam Islam sama nilainya dengan rukun Islam yang lain, seperti syahadat, shalat, puasa di bulan Ramadhan dan Haji. Mengingkari zakat sama halnya dengan mengingkari shalat dan yang lainnya. Dalam al quran kata zakat disebut 27 kali beriringan dengan kata shalat. Zakat diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan.

Potensi Dana zakat


Pada masa dulu zakat yang dikumpulkan di Baitulmaal (Lembaga Amil Zakat pada saat itu) sangat berpotensi untuk mengentaskan kemiskinan, pada masa Umar bin Khattab, Muaz bin Jabal yang menjabat sebagai Gubernur di Yaman, ditunjuk untuk menjadi Ketua Amil Zakat disana.
Pada tahun pertama Muaz bin Jabal mengembalikan 1/3 dari surplus dana zakat ke pemerintahan pusat, lalu dikembalikan ke Yaman oleh beliau. Pada tahun ke 2, Muaz mengembalikan ½ dari surplus dana zakat yang terkumpul di baitulmaal.
Dan pada tahun ketiga semua dana zakat dikembalikan ke pemerintahan pusat, karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima dana zakat dan merasa sebagai mustahik, akhirnya dana tersebut dialihkan pemanfaatannya ke daerah lain yang masih minim.
Hal tersebut terjadi juga pada masa Umar bin Abdul Aziz, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ubaid, bahwa Gubernur Baghdad Yazid bin Abdurrahman mengirim surat kepada Amirul Mukminin tentang melimpahnya dana zakat di baitulmaal karena sudah tidak ada lagi yang mau menerima zakat, lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberikan upah kepada mereka yang biasa menerima upah, dijawab oleh Yazid "kami sudah memberikannya tetapi dana zakat begitu banyak di baitulmaal.
Lalu Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan untuk memberikan dana zakat tersebut kepada mereka yang berhutang dan tidak boros, Yazid berkata, "kami sudah bayarkan hutang-hutang mereka, tetapi dana zakat begitu banyak di baitulmaal", kemudian Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar ia mencari orang lajang yang ingin menikah agar dinikahkan dan dibayarkan maharnya, dijawab lagi "kami sudah nikahkan mereka dan bayarkan maharnya tetapi dana zakat begitu banyak di baitulmaal".
Akhirnya Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar Yazid bin Abdurrahman mencari seorang yang mempunyai usaha dan kekurangan modal, lalu memberikan mereka modal tambahan tanpa harus mengembalikannya.
Landasan Syar'i
Al Qur'an
"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS. Azzariyaat (51) : 19)
"…Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya …" (QS. Al Hadiid (57): 7)
"Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …" (QS. Al Baqarah (2): 267)
Al-Hadits
"Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan menguji mereka dengan kekeringan dan kelaparan." (H.R. Thabrani)
"Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu." (HR. Al Bazar dan Baehaqi).
Ijma'
Kesepakatan ulama baik salaf maupun khalaf bahwa zakat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam dan haram mengingkarinya.
Ancaman Bagi orang yang tidak berzakat
Firman Allah swt. : "… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah swt. maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari itu dipanaskan emas dan perak tersebut di neraka jahanam, lalu disetrika dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka :"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) harta yang kamu simpan." (QS. At Taubah (9) : 34-35).
Zakat Profesi/Penghasilan
Diantara jenis zakat, ada yang disebut dengan zakat profesi. Zakat Profesi (Penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, baik dokter, aristek, notaris, ulama/da'i, karyawan guru dan lain-lain.
Pada masa Rasulullah zakat profesi /penghasilan ini memang belum ada karena pada saat itu orang mencari penghasilan dengan pertanian, peternakan dan perniagaan. Namun pada saat ini orang mempunyai penghasilan bukan dari yang tiga hal saja, tetapi dapat juga dari profesinya.
Dengan kata lain, kini telah muncul berbagai jenis usaha manusia yang menghasilkan pemasukan, baik usahanya secara langsung tanpa keterikatan dengan orang/pihak lain seperti para dokter, konsultan, seniman, dan lain-lain, atau dengan keterikatan, baik dengan pemerintah atau swasta, seperti gaji, upah dan honorarium.
Landasan Syar'i Zakat Profesi
Al-Quran
"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS. Azzariyaat (51): 19)
"…Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya …" (QS. Al Hadid (57): 7)
"Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …" (QS. Al Baqarah (2): 267)
Ayat diatas menunjukan lafadz atau kata yang masih umum ; dari hasil usaha apa saja, "…infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …" dan dalam ilmu fiqh terdapat kaidah "Al "ibrotu bi Umumi lafdzi laa bi khususi sabab", "bahwa ibroh (pengambilan makna) itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan sebab."
Dan tidak ada satupun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna keumuman hasil usaha tadi, oleh sebab itu profesi atau penghasilan termasuk dalam kategori ayat diatas.
Al Hadits
Sabda Rasulullah saw. :"Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan mengujui mereka dengan kekeringan dan kelaparan. (HR. Thabrani)
Pendapat Sahabat dan Tabi'in tentang harta penghasilan
Para ulama salaf memberikan istilah bagi harta pendapatan rutin /gaji seseorang dengan nama "A'thoyat", sedangkan untuk profesi adalah "Al Maal Mustafad", sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, diantaranya Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah dan Umar bin Abdul Aziz.
Abu 'Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan "Ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya." Abu Ubaid juga meriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz memberi upah kepada pekerjanya dan mengambil zakatnya, …" (DR. Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, 470-472)
Pendapat ulama
1. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat.
2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern , seperti Muh Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf dll mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut
harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nishabnya maka wajib
mengeluarkan zakat.
3. Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi dll tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian.
Dalil Logika
Seorang petani yang mempunyai penghasilan dari hasil panennya, harus mengeluarkan zakat 5% atau 10% dari yang dia hasilkan setelah bersusah payah menanam dan memelihara sawahnya selama (minimal) 3 bulan lamanya.
Jika dibandingkan dengan profesi seorang dokter atau yang lainnya, maka lebih besar hasil seorang yang berprofesi dibandingkan seorang petani, alangkah tidak adilnya Islam jika tidak mewajibkan zakat kepada mereka yang berprofesi.
Nishob zakat Profesi/Penghasilan
Pendapat pertama.
Para Ulama umumnya mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat tanaman, termasuk ketika mengqiyaskan nishob. Maka nishob zakat profesi sesuai dengan zakat tanaman,yaitu setiap menerima panen atau penghasilan dan besarnya adalah 5 wasaq atau setara dengan 652,8 kg gabah.
“ Dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya ( dengan dikeluarkan zakatnya )…. “ ( QS Al An’am : 141 )
Rosululloh SAW bersabda :
“ Tidak ada zakat pada hasiltanaman yang kurang dari lima wasaq” ( HR Ahmad dan Al Baihaqi dengan sanad jayyid )
“ Dan tidak zakat kurma yang kurang darilima wasaq “ ( HR Muslim)
1 wasaq = 60 sho’, 1 sho’=2,176 kg,maka 5 wasaq = 5 x 60 x 2, 176 = 652,8 kg gabah. Jika dijadikan beras sekitar 520 kg. Maka nishob zakat profesi seharga dengan 520 kg beras, yaitu : sekitar Rp 1.300.000,00
Dengan demikian nishab zakat profesi adalah 520 kg beras dan kadarnya 5 % dan dikeluarkan setiap menerima. Nishob ini adalah jumlah pemasukan dalam satu tahun,artinya bila penghasilan seseorang dikumpulkan dalam satu tahun bersih setelah dipotong dengan kebutuhan pokok danjumlahnya mencapai Rp 1.300.000,00, maka dia wajib mengeluarkan zakat profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama.
Atau
Penghasilannya dihitung secara kotor tanpa dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Jumlahnya dalam satu tahun mencapai Rp 1.300.000, maka wajib mengeluarkan zakat

Pendapat kedua
Menganalogikan secara mutlak dengan zakat perdagangan atau emas. Nishabnya 85 gram emas, dan kadanya 2,5% dan dikeluarkankan setiap menerima, kemudian penghitungannya diakumulasikan atau dibayar di akhir tahun.
o kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 %. Hal tersebut berdasarkan qiyas atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni :
o Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian).
o Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang. Oleh sebab itu bentuk harta ini dapat diqiyaskan dalam zakat harta (simpanan/kekayaan) berdasarkan harta zakat yang harus dibayarkan (2,5 %).
Pendapat ketiga inilah yang diambil sebagai pegangan perhitungan. Ini berdasarkan pertimbangan maslahah bagi muzaki dan mustahik. Mashlahah bagi muzaki adalah apabila dianalogikan dengan pertanian, baik nishab dan kadarnya.
Namun, hal ini akan memberatkan muzaki karena tarifnya adalah 5 %. Sementara itu, jika dianalogikan dengan emas, hal ini akan memberatkan mustahik karena tingginya nishab akan semakin mengurangi jumlah orang yang sampai nishab. Oleh sebab itu, pendapat ketiga adalah pendapat pertengahan yang memperhatikan mashlahah kedua belah pihak (muzaki dan mustahik).
Adapun pola penghitungannya bisa dihitung setiap bulan dari penghasilan kotor menurut pendapat yang paling kuat, diantaranya adalah pendapat DR. Yusuf Qardhawi, Ghazali dan lain-lain.
Wallahu a'lam.
Dirangkum dari:
1. Nishob Zakat Profesi, era muslim
2. pkpu online
3. [Ar-Royyan-2689] ZAKAT PROFESI dalam Tinjauan Syar'i
Abu Aufa Homepage CATATAN ATAS ZAKAT PROFESI

/span>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar